“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.”
(Kejadian 2:15)
TUHAN menjadikan manusia (tubuh) untuk tempat atau rumah kediaman-Nya. Maka manusia mendapat mandate ilahi untuk memelihara, menjaga dan merawat tubuh bagian esensi dari pemujaan kepada TUHAN sebagai Sang pemilik otoritas ilahi atas tubuh manusia. Tubuh manusia diambil dari tanah berarti tubuh membutuhkan bantuan dari tanah sehingga bagian dari pemeiharaan tubuh, TUHAN menempatkan manusia pertama di taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu sebagai kelangsungan hidup. Mengenai pentingnya tubuh, ditulis Rasul Paulus bahwa: “Tidak tahukan kamu, bahwa kamu adalah Bait ALLAH dan bahwa ROH ALLAH berdiam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan Bait ALLAH, maka ALLAH akan membinasakan dia…” (I Korintus 3:16-17). Jikalau seseorang tidak memelihara, merawat, menyelamatkan bahkan sampai membinasakan bait TUHAN oleh karena kebutuhan lahiriah (makan, minum keamanan dan kesehatan); maka TUHAN akan membinasakannya. Memelihara, merawat dan menyelamatkan tubuh adalah juga merupakan amanat TUHAN untuk manusia karena dari dalam tubuh yang sehat, aman dan nyaman, TUHAN akan bertahta dan berkarya.
Eksistensi tubuh manusia dalam dunia sekuler adalah fana dan tidak kekal tetapi ia juga merupakan tembok hidup tubuh rohani dalam dunia sekuler pula. Ketika tubuh jasmani yang adalah tembok hidup bagi tubuh rohani melemah, maka berbagai musuh bagi tubuh rohani yang ada di luar tembok akan masuk melalui bagian yang lemah untuk membunuhnya. Musuh tubuh rohani itu berupa “mencuri, merampok, berzinah, membunuh, dsb.” Ketika “lapar” (kebutuhan), lapar itu diakibatkan oleh malas/tidak kerja sehingga tidak ada makanan, tidak ada jalan lain kecuali jalan curi untuk memenuhi kebutuhan perut. Dengan jalan demikian secara tidak sadar kita sudah membuka jalan bagi musuh dan membunuh tubuh rohaninya. Demikian juga musuh (perbuatan yang melanggar moral) yang lain. Untuk itu di bawah ini penulis telah menguraikan bagaimana peranan Gereja untuk menyelamatkan dunia sekuler tempat Gereja hidup dan berkarya.
1. Menyelamatkan Dunia Geografis untuk Kehidupan Gereja.
Untuk menyelamatkan Papua Barat Secara utuh dimana Gereja hidup dan berkarya, mengenal dan menyelamatkan Papua Barat secara geografis. Nama Provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada 2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.
Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli.
Kelompok suku asli di Papua terdiri dari 255 suku, dengan bahasa yang masing-masing berbeda. Suku-suku tersebut antara lain: Ansus, Amungme, Asmat, Ayamaru mendiami daerah Sorong, Bauzi, Biak, Dani, Empur mendiami daerah Kebar dan Amberbaken, Hatam mendiami daerah Ransiki dan Oransbari, Iha, Kamoro, Mee mendiami daerah pegunungan Paniai, Meyakh mendiami Kota Manokwari, Moskona mendiami daerah Merdei, Nafri, Sentani mendiami sekitar danau Sentani, Souk mendiami daerah Anggi dan Menyambouw, Waropen, Wamesa, Muyu, Tobati, Enggros, Korowai, Fuyu, dsb. Semuanya adalah wilayah kerja Gereja KINGMI di Tanah Papua harus diselamatkannya. Disamping menyelamatkan manusia, Adam merupakan puncak ciptaan Allah dan diberikan tanggung jawab untuk bekerja di bawah pengarahan Allah dalam memelihara ciptaan-Nya ini. Hubungan harmonis di antara Allah dengan manusia ini hilang karena Adam dan Hawa tidak taat (Kejadian 3:6,14-19).
Memelihara dan menyelamatkan dunia di mana kita hidup dan berkarya adalah juga merupakan amanat agung TUHAN bagi manusia karena bumi serta isinya ada di bawah kuasa manusia. Dunia yang tidak ditata dan tidak dipelihara akan berdampak pada keimanan Gereja.
Perencanaan kota dan wilayah menggunakan ilmu geografi untuk membantu mempelajari bagaimana membangun (atau tidak membangun) suatu lahan menurut kriteria tertentu, misalnya keamanan, keindahan, kesempatan ekonomi, perlindungan cagar alam atau cagar budaya, dsb. Perencanaan kota, baik kota kecil maupun kota besar, atau perencanaan pedesaan mungkin bisa dianggap sebagai geografi terapan walau mungkin terlihat lebih banyak seni dan pelajaran sejarah. Beberapa masalah yang dihadapi para perencana wilayah diantaranya adalah eksodus masyarakat desa dan kota dan Pertumbuhan Pintar (Smart Growth). Kelestarian alam Papua di mana manusia Papua berada dan berkarya perlu terjaga. Orang Papua bertugas mengamankan terhadap ilegaloging, pencurian, perampokan, eksploitasi, pengrusakan alam (flora dan fauna) surga kedua yang diberikan oleh TUHAN kepada leluhur orang Papua untuk kelangsungan hidup orang Papua. Lebih bahaya lagi, ketika kekayaan alam Papua, seperti: tanah, barang tambang/mineral, hutang, laut dan perairan dan binatang-binatang hutang, laut dan udarah diambil secara ilegal; jika habis, orang tidak dapat menambah atau mengembalikannya lagi. Perbuatan demikian akan membahayakan kehidupan kita di masa depan, kita diambil dari bumi, membutuhkan bantuan dari bumi pula untuk melanjutkan hidup di bumi ini. Dengan demikian menjaga dan menyelamatkan alam Papua juga merupakan tugas dari kita bersama untuk kehidupan Gereja di Tanah Papua Barat.
2. Menyelamatkan Dunia Institutional (Kelembagaan) Untuk Kehidupan Gereja.
“Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru.”
(Amsal 21:13)
Dalam dunia institutional tidak bergigi untuk menggigit manusia, sebuah lembaga tidak berbacun untuk meracuni manusia. Sebuah lembaga adalah buatan manusia sarana untuk memersatu sesama manusia yang adalah makhluk social yang saling membutuhkan satu sama lain.
Kehancuran dalam badan sebuah institusi resmi maupun tidak resmi datang dari pengemudi yang mengemudikan jalannya institusi tersebut yang kadang berdampak negative pada anggota (pengikut)-nya. Demikian juga sebaliknya, keselamatan dalam badan sebuah institusi resmi maupun tidak resmi datang dari pengemudi yang mengemudikan jalannya institusi tersebut yang kadang berdampak positive pada anggota (pengikut)-nya. Keberadaan Gereja TUHAN di Tanah Papua Barat juga tidak keluar dari ragam institusi yang dikembangkan manusia, namun peranan Gereja menjadi wasit untuk menyatakan kebenaran, karena sampai kapanpun dan bagaimanpun Gereja akan hidup dan beraktifitas dalam institusi yang dikembangkan manusia, untuk itu:
2.1. Gereja berperan dalam system Agama yang rusak untuk kehidupan Gereja.
Sebelum Gereja bertindak menyelamatkan system agama yang rusak, kita menyimak kembali pengertian agama supaya kita jangan salah menafsirkannya.
Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
“... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati”. Keberadaan keagamaan pada hakikatnya untuk beribadah dan menerima paket doktrin yang menawarkan sikap seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan sejati, namun kadang cara penerapan dan praktek agama di lapangan mengorbankan masyarakat yang membutuhkan kebahagiaan sejati. Agama bukanlah alat untuk tempat menyembunyikan orang-orang berdosa tetapi tempat menyatakan dosa untuk pertobatan supaya mendapatkan kebahagiaan yang sesunggunya. Agama (Gereja) secara kelembagaan bukan wadah mempertunjukan kehebatan ataupun mencari nama yang tidak disukai TUHAN pemilik Gereja, namun Gereja adalah wadah mempertunjukan karunia yang diberikan TUHAN untuk memberikan kepuasaan kepada orang yang sedang haus akan harapan keamanan, kedamaian, kebahagiaan, ketenangan, kepuasaan, kesejahteraan dsb secara utuh (rohani dan jasmani).
Peran Gereja menegur dosa lembaga maupun individu, mencabut dosa bukan memupuk dosa, membuang dosa bukan menyimpan dosa, bukan mengasihi dosa tetapi membenci dosa yang ada di dalam manusia yang hancur. Tugas Gereja saat ini untuk memperbaiki system itu untuk keselamatan Gereja secara utuh yang diinginkan oleh Pemilik Gereja.
2.2. Gereja berperan dalam system pemerintahan yang rusak untuk kehidupan Gereja.
Gereja yang ditempatkan TUHAN di tanah Papua harus meneladani bapa-bapa Gereja, mereka tidak segan-segan menegakan keadilan dan kebenaran untuk menyelamatkan Gereja secara utuh. Seperti pengalaman Uskup Ambrosius di Milano Italia pada tahun 390. Ambrosius mempunyai hubungan yang erat dengan Kaisar Theodosius. Sekalipun demikian ia tetap mengecam kebijakan-kebijakan politis Theodosius yang berlawanan dengan kehendak ALLAH. Pada tahun 390 rakyat membunuh panglima di kota Tesalonika, Theodosius mengirim tentara ke Tesalonika, tentara mengumpulkan masyarakat yang tidak berdosa dan tentara membunuh mereka dengan membabi buta. Dalam peristiwa itu tujuh ribuh orang yang tidak berdosa terbunuh. Sungguhpun Kaisar Theodosius adalah sahabat dekat, Ambrosius menuntut mengaku dosa di hadapan umum, jika tidak, tidak layak mengikuti Ekaristi dan saat ibadah meninggalkan Gereja. tulisannya seperti ini:
“Bagaimana mungkin engkau memasuki Gereja, bagaimana mungkin engkau berdoa sementara tanganmu berlumuran dengan darah pembunuhan? Bagaimana mungkin tanganmu yang sedemikian dapat menerima tubuh TUHAN yang Mahakudus itu? Bagaimana engkau dapat meminum darah-Nya yang Mahakudus itu? Jangan menambah kejahatan di atas kejahatan.” Amanat KRISTUS menyelamatkan dunia menjadi murid-Nya dibuktikan oleh Uskup Ambrosius, ketika ia mengecam kebijakan-kebijakan politis Theodosius yang berlawanan dengan kehendak ALLAH. Perjuangan Ambrosius telah menyelamatkan pemimpin, berarti ia telah menyelamatkan pemerintahan serta isinya karena roda pemerintahan digerakan oleh seorang pemimpin.
Seorang yang gagah berani yang selalu membela dan menjadi Gembala baik bagi umat (Gereja) Papua Barat yang ditindas dengan stigma OPM, separatis dan makar oleh kepentingan sebuah institusi buatan tangan manusia NKRI, yaitu Pdt. Dumma Socratez Sofyan Yoman menuliskan tekatnya dalam buku “Suara Bagi Kaum Tak Bersuara” bahwa:
“
…Gereja harus menggembalakan umat ALLAH. Gereja harus menegakan kebenaran. Gereja harus memperjuangkan keadilan. Gereja harus berbicara kejujuran. Gereja berbicara tentang nilai-nilai kemanusiaan. Gereja harus berbicara kesamaan derajat. Gereja harus berbicara cahaya keadilan, sinar kasih dan kedamaian dari kandang Betlehem, cahaya harapan dan sinar pembebasan dari SALIB goltota, cahaya kemenangan dan kebangkitan YESUS KRISTUS dari kematian-Nya. Karena, kelahiran YESUS, penyaliban, kematian dan kebangkitan YESUS hanya untuk umat manusia. Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita’ (Kejadian 1:26). Karena itu, pilihan saya adalah lebih baik saya dimarahi, dicaci-maki dan diejek manusia di dalam dunia ini, daripada saya ditolak di sorga oleh TUHAN di akhirat. Jangan memaksa saya untu mengakui dan menerima sesuatu yang tidak ada dalam Alkitab”. Pdt. Dumma Socratez Sofyan Yoman menuliskan juga pengalaman seorang uskup yang berhati KRISTUS yang cinta akan jiwa manusia daripada kepentingan Negara dan ketahanan nasional NKRI yaitu Uskup Dom Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB di Timor Leste dalam buku “Suara Bagi Kaum Tak Bersuara” bahwa: “…dalam realita kalau sudah menyangkut pribadi manusia, walaupun dengan alasan keamanan nasional, Gereja akan memihak pada person. Karena pribadi manusia harganya lebih tinggi daripada keamanan Negara atau kepentingan nasional” Pengalaman Uskup Ambrosius di Milano Italia, Uskup Dom Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB di Timor Leste dan Dumma Socratez Sofyan Yoman di Tanah Papua dari sekian banyak pengalaman menjadi suatu kontribusi bagi pemimpin Gereja-Gereja yang menyebar di Tanah Papua Barat. Pengalaman mereka adalah amanat KRISTUS untuk menyelamatkan system kepemimpinan dalam tubuh pemerintahan yang rusak, biarlah pengalaman mereka akan terinsprirasi dalam menyuarakan perintah KRISTUS untuk memperbaiki system kepemimpinan dalam tubuh kepemerintahan, swasta maupun tubuh Gereja secara kolektif kelembagaan yang sering mengorbankan Gereja yang sesungguhnya.
2.3. Gereja berperan dalam system ekonomi yang rusak untuk kehidupan Gereja.
Berbicara tentang Ekonomi adalah berhubungan dengan kehidupan manusia. Manusia akan hidup ketika manusia yang hidup itu mengonsumsikan ekonominya. Tetapi sangat disayangkan umat di tanah Papua Barat. Kehidupan kita ibarat tikus yang bodoh di dalam lumbung padi. Dunia sedang menghebohkan bahwa di Tanah Papua dilanda oleh banjir uang Otonomi Khusus, sehingga dari penjuru dunia manapun berduyung-duyung berinfestasi di Papua Barat. Siapakan yang berhak dan sedang dinikmati lumbung-lumbung yang dipenuhi dengan padi? Siapakah yang menada uang yang sedang membanjiri di tanah Papua Barat? Umat Papua Barat puas dengan mendengar kata-kata bahwa uang Otonomi sedang membanjiri di Tanah Papua. Umat Papua Barat kaya dengan mendengar, menjadi pengusaha dengan mendengar, menjadi tuan di atas tanahnya sendiri dengan mendengar. Umat Papua Barat damai dengan mendengar Papua Tanah Damai, Aman dan Terkendali. Pada hakikatnya kebenaran yang dinikmati telah dikelabui oleh penguasa yang bertopeng damai, kasih, jiwa membangun dan jiwa penyelamat. Yang sedang dinikmati masyarakat adalah kita dilakukan seperi orang bodoh, mengemis, miskin, terbelakang atau melarat karena hidup kita diambil alih oleh kapitalisme global di Papua Barat. OTSUS di Tanah Papua Barat gagal karena pembangunan bias pedatang yang memiliki ember-ember dan karung-karung untuk dapat menada hujan uang, sementara di tangan orang asli Papua tidak ada ember yang dapat medana hujan uang OTSUS yang sedang mengguyur di Pulau Papua Barat ini.
Dalam keadaan demikian Gereja dipanggil untuk membela umat yang ditindas oleh kapitalisme global di Papua Barat untuk membela kehidupan dan menciptakan lapangan kerja bagi kelangsungan hidup di dunia ini.
2.4. Gereja berperan dalam system kesehatan yang rusak untuk kehidupan Gereja.
Tanah Papua Barat sangat memprihatinkan dalam hal kesehatan, karena penyakit yang belum pernah ada pada orang asli Papua sebelumnya tela melanda di Papua. Kematian orang asli Papua Barat meningkat sementara kelahiran berkurang. Menurut kesaksian seorang suster yang menangani ruang persalinan berkata “setiap hari rata-rata kami menangani pasien yang bersaling dari pendatang 2-3 lebih, sementara orang asli Papua tidak ada sekali atau dua kali dalam satu bulan”. Saya prediksikan bahwa peristiwa yang sama bukan hanya di Jayapura saja tetapi di setiap kota dari pulau Papua Barat ini. Semakin meningkatnya bunyi OTSUS yang membanjiri sungai uang di Tanah Papua Barat, semakin mendroping manusia-manusia yang belum pernah ada di Tanah Papua. Dengan berbagai macam alasan entah benar atau tidak, mengadakan bisnis atau membuka infestasi besar-besaran di Tanah Papua. Kedatangan kapal putih dan pesawat di Tanah Papua Barat tidaklah sia-sia, setiap kali pesawat dan kapal laut, ratusan sampai ribuang mendropng di sudut-sudut Papua menyebabkan menyakit juga menyebar secara drastis meningkat. Kehadiran Gereja menyiasati masalah-masalah kemanusiaan yang menimpa pada Umat TUHAN di Tanah Papua yang sebelumnya disebut surga dedua tetapi sekarang berubah wajah menjadi neraka kedua. Gereja KINGMI periode baru ini bersatu bergandeng tangan dengan Gereja-Gereja yang ada di Tanah Papua meneladani YESUS KRISTUS yang datang sebagai tabib bagi yang menderita ini dengan mendirikan rumah sakit Gereja yang dapat melayani untuk menyelamatkan Bait ALLAH.
2.5. Gereja berperan dalam system hukum/pengadilan yang rusak untuk kehidupan Gereja.
Kenyataan yang kita saksikan sepanjang Indonesia mengambil ahli kekuasaannya dari tangan Belanda di atas Tanah Papua Barat sampai saat ini, pengadilan demi pengadilan tidak memberikan keadilan bagi orang asli Papua. Hal itu tidak mungkin seorang bersalah memberikan kebenaran kepada yang benar. Tidak mungkin seorang yang salah mengadili yang benar. Tidak mungkin seorang penguasa diadili oleh masyarakat kecil. Kemenangan tetap akan jatu kepada yang memegang kuasa tetapi kebenaran tetap bersarang dan bertumbuh dengan orang kecil yang benar.
Seperi contoh kecil: Pilep Karma dan Yusak Pakage serta kawan-kawanya ditangkap dan dimasukan ke dalam tahanan tanpa alasan dan bukti yang jelas dan akurat. Tidak melalui pengadilan yang membuktikan kesalahannya. Apakah kehadiran sebuah Negara untuk menyelamatkan institusi yang dikembangkan oleh tangan manusia, institusi yang dapat memperbaiki kembali ketika institusinya lapuk atau tidak berlaku daripada kepentingan kehidupan manusia yang perlu diselamatkan? Kehadiran sebuah lembaga Negara di Tanah Papua tidak memberikan keadilan yang sesungguhnya, tetapi kepentingan kekuasaan dan kekayaan. Dalam situasi demikian Gereja tampil sebagai seorang Nabi TUHAN yang berani mati bagi domba-domba TUHAN yang perluh dibelah oleh Gembala.
2.6. Gereja berperan dalam system keamanan/militer yang rusak untuk kehidupan Gereja.
“Orang menjerit oleh karena banyaknya penindasan, berteriak minta tolong oleh karena kekerasan orang-orang yang berkuasa;”
(Ayub 35:9).
Sejarah mencatat, kehadiran militer menunjukan muka serigala yang dapat menerkam mangsanya. Kehadiran militeristis tidak pernah memberikan nilai positive bagi suatu komunitas tertetu. Kehadiran militer tidak pernah memberikan konstribusi bagi masyarakat miskin, terbelakang, terjajah, tertindas dan teraniaya namun mengambil andil dalam mengamankan kaum penguasa, bangsawan dan hartawan. Apalagi Pulau Papua Barat yang penuh dengan susu dan madu yang diuntukan bagi orang Papua Barat tetapi di bawah kekuatan militer melakukan pengeklploitasi hasil kekayaan alam Papua bagi para penguasan. Masyarakat yang adalah pemilik hak ulayat diintimidasi, diteror, ditodong dengan senjata atas nama pembangunan.
Dari sekian banyak peristiwa mengerikan yang terdapat di Tanah Papua Barat, di antaranya: di Distrik Kapiraya Kabupaten Deiyai, masyarakat kampung termasuk kepala Distrinya ditodong dengan pistol dari militer atas nama pembangunan PLTA yang dibuka oleh Gubernus Propinsi Papua, Barnabas Suebu, SH untuk kepentingan kapitalisme global tanpa diketahui pemilik hak ulayat yang ada di bagian selatan Papua sana. Di Puncak Jaya, masyarakat semakin korban tanpa hormat, ibarat seekor cicak yang tidak berharga atas nama pembangunan bias pendatang. Ketika orang Papua yang adalah pusat pembangunan dibunuh, untuk siapakah pembangunan dibangun? Tentu, ketika bangsa Papua ras melanesian punah di atas tanahnya, akan digantikan oleh ras mongoloid.
Sebuah buku yang berjudul: “Globalisasi Alternatif mengutamakan rakyat dan bumi, sebuah dokumen latar belakang: oleh Tim keadilan, perdamaian dan ciptaan Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (DGD) Jenewa, 2006.” Memberikan konstribumi bagi Gereja di Papua Barat untuk membela hak dan martabat orang asli Papua yang diinjak dengan kekuatan militer yang pada hakekatnya menghapuskan masa depan yang penuh harapan dari benak orang asli Papua: “Kita, Gereja dan orang percaya, terpanggil untuk melihat realitas dunia dari perspektif rakyat, terutama dari perspektif mereka yang tertindas dan tersingkir” Untuk melihat dan menyaksikan sebuah realitas di lapangan, tim di atas ini menganjurkan bahwa cara mengamati sebuah masalah dengan pasti adalah melihat dunia dari perspektif rakyat, terutama dari perspektif mereka yang tertindak dan tersingkirkan. Peran Gereja mengamati masalah dan perspektif rakyat tertindas untuk dapat mengetahui kebenaran yang pasti di lapangan. Gereja saat ini menjadi seperti KRISTUS yang siap diposisikan sebagai umat yang tertindas, yang selalu berada di pihak yang korban. Gereja sebagai induk ayam yang menyembunyikan anak ayamnya di bawah kepak sayapnya untuk keselamatan Gereja (Umat) TUHAN di atas Tanah Leluhur Papua Barat.
2.7. Gereja berperan dalam system pendidikan yang rusak untuk kehidupan Gereja.
Sangat memprihatinkan atas system pendidikan yang diterapkan pendidik di tanah Papua, tidak ada pengajar yang berhati mencerdaskan bangsa. Semua pendidik tidak bermuka mendidik bahkan tidak ada berjiwa visi jadikan orang Papua yang intelektual yang berkualitas untuk kontribusi bagi pembangunan Papua secara utuh. Arti perdidikan yang sebenarnya menurut “Kamus Bahasa Indonesia” adalah “
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dalam melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.
Manusia asli Papua yang bersarjana hanya formalitas sebagai intelektual tanpa pengetahuan. Tidak mempunyai mata untuk melihat masalah di lapangan untuk mengatasinya. Tidak ada telinga untuk mendengar teriakan minta tolong. Tidak ada tangan untuk mengulurkan tangan menolong mereka yang membutuhkan uluran tangan dari orang yang terdidik. Para anak didik pernah berkata: “Mata Kuliah yang dosennya tidak masuk untuk mengajar, cukup memberikan Kartu Mata Kuliah untuk mendapatkan nilai akhirnya. Sering juga, mahasiswa yang tidak ikut Mata Kuliah, cukup membayar uang untuk mendapatkan nilai akhirnya”. Lebih celaka lagi mendapatkan ijazah bayarana tanpa menempu melalui proses pendidikan akademika. Akankah Papua maju dalam keadaan seperti ini? Apakah mencerdaskan Papua dalam konteks ini? Apakah orang Papua akan tuan di tanahnya sendiri? Apakah Negara Indonesia telah berhasil membangun orang Papua Barat?
Jika Indonesia telah berhasil mencerdaskan orang Papua Barat, maka: orang asli Papua Barat memiliki perusahaan, orang asli Papua Barat memiliki tokoh-tokoh atau ruko-ruko, orang asli Papua Barat memiliki pesawat/mobil dsb, orang asli Papua Barat menunjukan kajian-kajian ilmiah untuk menyumbangkan dalam pembangunan Papua Barat dengan hasil usahanya oleh intelektual yang diciptakan Indonesia. Orang asli Papua Barat memiliki mata untuk melihat persoalan dan menjawabnya, orang asli Papua Barat memiliki telinga untuk mendengar jeritan orang minta tolong, orang asli Papua Barat memiliki mulut untuk bersuara bagi yang tertindas. Sepanjang Indonesia bergabung sampai saat ini, tidak ada orang yang menunjukan produktifitasnya membuktikan bahwa Indonesia gagal untuk mencerdaskan orang asli Papua Barat.
Pengajar (Bangsa/Negara) berhati hamba yang sungguh dapat membukakan mata, telinga, mulut dan membentuk tangan para didik supaya menjadi manusia Papua Barat yang berkualitas untuk menciptakan Papua Barat yang damai, adil, makmur dan sejahtera. Tetapi pengajar (Bangsa/Negara) yang berhati tuan yang menjadikan pendidikannya sebagai sarana untuk mendapatkan kepentingan, tidak mungkin dapat menciptakan manusia Papua Barat yang berkualitas untuk menciptakan Papua Barat yang damai, adil, makmur dan sejahtera.
Kehadiran Gereja di atas Tanah Papua Barat yang kita cinta ini menjadi guru untuk mendidik manusia Papua Barat yang dikorbankan oleh system pendidikan yang membodohkan generasi baru Papua sehingga manusia Papua menjadi manusia konsumtif tidak produktif. Gereja meneladani KRISTUS yang adalah Guru Agung yang mengajar dalam segala sector kehidupan manusia.
Keberadaan Gereja dalam situasi demikian tidak akan bertumbuh secara signifikan. Laksana tanaman di bawah pohon-pohonan yang rimbun, tanaman yang ditanam tidak menunjukan pertumbuhannya. Gereja ditempatkan TUHAN untuk membersihkan pohon-pohonan rimbun yang dapat melemahkan energy untuk berkembang dan bertumbuh lebat di atas Tanah Papua Barat.
TUHAN membutuhkan keterlibatan dan suara Gereja untuk menyelamatkan dunia secara utuh dimana Gereja hidup dan berkarya supaya Gereja menunjukan pertumbuhannya sampai menjadi Gereja yang berkwantitas dan berkwalitas di atas tanah leluhurnya.
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Geografi" Kategori: Geografi Reese, 1980:488. “Dictionary of Philosophy and Religion”: Eastern and Western Thought, p.. Wellem, F. D. 2003:4, “Riwayat Hidup Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja”, PT. BPK. Gunung Mulia, Jakarta.
2008:6, “Globalisasi Alternatif mengutamakan rakyat dan bumi, sebuah dokumen latar belakang oleh: ditulis oleh Tim keadilan, perdamaian dan ciptaan Deawan Gereja-Gereja se-Dunia (DGD) Jenewa, 2006.” PMK HKBP Putih Jakarta